Edit Content

ʿUnwān al-Sharaf al-Wāfī: Satu Halaman Lima Pelajaran

Bayangkan sebuah buku yang bisa dibaca ke lima arah dan memuat lima mata pelajaran berbeda dalam satu halaman—tidak dengan membuka-balik halaman, tetapi cukup dengan mengubah arah membaca. Fantastis? Ini bukan fiksi ilmiah, melainkan kenyataan yang diabadikan oleh seorang ulama besar Islam abad ke-15 bernama Ismāʿīl bin Abī Bakr al-Muqriʾ. Karya yang ia hasilkan menjadi saksi dari kemegahan intelektual tradisi Islam klasik yang begitu kreatif dan multidimensional.

Kisah ini bermula di Yaman, pada akhir abad ke-14 Masehi. Seorang polymath Persia bernama Majd al-Dīn al-Fairūzābādī menyerahkan sebuah buku unik kepada Sultan. Buku itu istimewa karena semua barisnya dimulai dengan huruf alif. Karya ini membuat Sultan begitu terkesan hingga ia memberikan penghargaan besar. Namun, di balik bayang-bayang kejayaan itu, seorang ilmuwan lain berpikir: “Saya bisa membuat yang lebih menakjubkan.” Dialah Ibn al-Muqriʾ.

Ibn al-Muqriʾ kemudian melahirkan mahakarya berjudul ʿUnwān al-sharaf al-wāfī fī ʿilm al-fiqh wa-l-ʿarūḍ wa-l-tārīkh wa-l-naḥw wa-l-qawāfī, yang berarti “Sumber Kehormatan Lengkap dalam Ilmu Fikih, ‘Arudh, Sejarah, Tata Bahasa, dan Sajak.” Tak hanya ambisius dalam cakupan, tetapi juga radikal dalam bentuk: satu teks yang secara simultan mengandung lima pelajaran berbeda, tersembunyi dalam struktur penulisan yang terprogram secara matematis.

Inilah inti keajaiban: satu halaman dari buku ini menyimpan lima dimensi bacaan. Pertama, jika dibaca secara horizontal dari kanan ke kiri—sebagaimana layaknya teks Arab biasa—yang muncul adalah ilmu fikih. Namun, jika Anda membaca secara vertikal huruf/kata pertama dari tiap baris, Anda menemukan teks tentang ilmu ʿarūḍh, yaitu ilmu ritme dan metrum puisi Arab.

Selanjutnya, jika Anda membaca huruf/kata kedua dari tiap baris secara vertikal, maka Anda akan memasuki pelajaran sejarah (tārīkh). Huruf/kata ketiga secara vertikal akan membawa Anda ke pelajaran tata bahasa (naḥwu), dan huruf/kata keempat menyajikan tentang sajak (qawāfī). Lima arah bacaan. Lima mata pelajaran. Satu teks. Ini bukan hanya karya sastra, tapi juga seni rekayasa linguistik tingkat tinggi.

Bayangkan kompleksitas penyusunan kalimat-kalimat tersebut. Sang penulis harus memilih kata-kata yang dalam posisi horisontal, membentuk makna fikih yang kohesif. Namun dalam waktu yang sama, huruf-huruf pada posisi vertikal tertentu juga harus menyatu membentuk makna dari disiplin ilmu lain. Ini memerlukan kecakapan luar biasa dalam bahasa, logika, tata susunan kalimat, dan tentu saja daya imajinasi tinggi.

Yang lebih mencengangkan, buku ini tidak hanya berupa beberapa halaman eksperimental, melainkan terdiri dari lebih dari 100 halaman! Artinya, selama ratusan baris teks, Ibn al-Muqriʾ menjaga struktur dan keterpaduan lima arah bacaan itu. Ini menjadikannya sebagai salah satu karya paling kompleks dalam sejarah perbukuan, melampaui batas konvensional penulisan linier.

Manuskrip asli dari karya ini kini tersimpan di Perpustakaan Bodleian di Oxford, dengan kode MS. Arab. e. 13, dan diperkirakan ditulis ulang pada tahun 1773. Gambar-gambar yang tersedia dari manuskrip tersebut menunjukkan betapa rumit dan indahnya susunan teks tersebut. Garis-garis sorotan atau penanda pada setiap baris berfungsi sebagai panduan arah membaca, sehingga para pembaca tahu arah mana yang harus ditempuh untuk menemukan pelajaran yang diinginkan.

Lebih menarik lagi, seorang peneliti modern telah membuat versi edisi kode-warna dari manuskrip ini. Dengan warna yang berbeda untuk setiap arah baca, kita bisa melihat bagaimana lima jalur makna itu menempati tempatnya secara simetris dalam satu lembar teks. Ini seperti melihat peta multidimensi dari pemikiran seorang jenius.

Dalam konteks sejarah, karya ini mencerminkan tingkat kejayaan tradisi ilmiah Islam. Pada masa itu, intelektualitas tidak hanya diukur dari isi, tetapi juga bentuk penyampaiannya. Kreativitas tidak terpisah dari kedalaman ilmu. Kejeniusan Ibn al-Muqriʾ bukan hanya dalam substansi yang diajarkan, tetapi dalam bentuk penyampaian yang mendorong pembaca untuk berpikir, menyelidiki, dan mengeksplorasi.

Mengapa bentuk seperti ini penting? Karena ia menantang cara berpikir linier dan mendorong pembaca untuk menyusun kembali makna dari berbagai arah. Buku ini melatih literasi, logika, dan seni tafsir dalam satu waktu. Ia adalah bentuk interaktif dari teks sebelum era digital: sebuah “hypertext” analog yang menuntut pembaca aktif dalam navigasi isi.

Banyak peneliti modern, termasuk filolog dan sejarawan sains, mengagumi teknik komposisi seperti ini karena menunjukkan bahwa tradisi Islam klasik tidak sekadar menghimpun ilmu, tetapi juga mengeksperimen dengan bentuk penyampaiannya. Dalam dunia yang didominasi oleh linearitas teks, karya seperti ʿUnwān al-sharaf al-wāfī adalah pengecualian spektakuler yang menunjukkan kelenturan struktur berpikir ulama Islam klasik.

Sayangnya, karya semacam ini belum banyak dikenal luas, bahkan di kalangan akademisi Muslim sendiri. Padahal, ia menunjukkan betapa kayanya warisan intelektual kita—baik dari segi isi maupun dari metode penyampaiannya. Karya ini bisa menjadi inspirasi untuk membangun model pembelajaran multidisipliner yang terintegrasi dan menyenangkan di era modern.

Kini, di tengah berkembangnya teknologi dan kebutuhan akan metode pembelajaran yang inovatif, kita dapat belajar banyak dari Ibn al-Muqriʾ. Bagaimana satu halaman bisa menjangkau lima disiplin ilmu? Bagaimana satu teks bisa memaksa otak untuk berpikir lateral? Ini adalah kecerdasan yang relevan dengan zaman sekarang, saat kita berbicara tentang integrasi ilmu dan pembelajaran lintas-disiplin.

Akhirnya, ʿUnwān al-sharaf al-wāfī bukan hanya sebuah kitab, tetapi simbol dari kejayaan intelektual Islam yang menyatukan keindahan bahasa, ketepatan logika, dan keluwesan berpikir. Ia mengajarkan kita bahwa ilmu bukan hanya soal isi, tetapi juga soal bentuk dan cara menyampaikan. Dalam buku lima arah ini, kita menemukan semesta pengetahuan yang menyatu dalam satu teks yang luar biasa. Sebuah keajaiban literasi yang menantang batas zaman.

 

 

 

Sumber: Weston Library

Share:

Facebook
Twitter
Email
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Social Media

Popular Post

Get The Latest Updates

Subscribe To Our Weekly Newsletter

No spam, notifications only about new products, updates.
Kategori
On Key

Related Posts