Edit Content

Manuskrip Aljamiado ‘La Wasiyya de Ali’  

Pasca Reconquista Spanyol, sejarah mencatat sebuah bentuk perlawanan yang tak berbentuk senjata, namun jauh lebih abadi: pena. Meskipun penggunaan bahasa Arab dilarang, kitab-kitab dibakar, dan praktik Islam dianggap sebagai kejahatan, umat Islam di bawah kekuasaan Katolik tetap menulis. Mereka menulis dengan harapan, dengan air mata, dan dengan semangat mempertahankan identitas. Inilah yang kita kenal sebagai sastra Aljamiado.

Aljamiado merupakan karya sastra yang ditulis dalam bahasa lokal seperti Spanyol, Portugis atau Catalan, tetapi menggunakan huruf Arab. Istilah “aljamiado” berasal dari kata Arab ‘ajamiyya, yang berarti “asing”, karena bahasa yang digunakan bukan Arab meskipun hurufnya tetap Arab. Penulisan ini menjadi bentuk adaptasi kreatif dan bentuk resistensi budaya dari umat Islam yang terpaksa hidup di bawah bayang-bayang pemaksaan agama dan kebijakan asimilasi paksa. Strategi ini memungkinkan umat Islam tetap menulis, membaca, dan mentransmisikan ilmu dan nilai agama, meski secara formal dilarang menggunakan bahasa Arab secara terbuka.

Pada masa itu, segala bentuk penggunaan bahasa Arab diawasi ketat. Berbicara dalam bahasa Arab bisa dihukum mati. Kitab-kitab berhuruf Arab dibakar secara terbuka, dan siapa pun yang kedapatan menyimpan naskah dalam bahasa Arab berisiko kehilangan harta atau kebebasannya. Menghindari makan babi atau menggunakan henna bisa dianggap sebagai tanda pemberontakan. Namun, umat Muslim tetap menyusun dan menyembunyikan tulisan-tulisan mereka dengan penuh kehati-hatian, sebagai bentuk pelestarian warisan spiritual dan budaya. Menulis dan menyimpan karya-karya mereka di tempat-tempat tersembunyi: di balik dinding, di bawah lantai, bahkan di dalam gua. Ketika karya-karya ini ditemukan berabad-abad kemudian, mereka menjadi saksi bisu perjuangan mempertahankan keimanan dan identitas budaya.

Salah satu naskah Aljamiado yang paling menarik adalah Wasiyya de Ali—sebuah naskah berisi nasihat Nabi Muhammad kepada menantunya, Ali bin Abi Thalib. Nasihat-nasihat tersebut tidak hanya menyentuh aspek spiritual, tetapi juga sosial, kebersihan, hubungan keluarga, bahkan kebiasaan sehari-hari. Misalnya, terdapat ajaran mengenai kapan waktu terbaik untuk berhubungan suami istri, pentingnya menjaga kebersihan diri, hingga kewajiban bersedekah secara diam-diam.

Nasihat-nasihat ini menunjukkan betapa Islam dalam bentuk paling praktisnya tetap hidup dan mengalir dalam keseharian umat Islam yang tertekan. Wasiyya ini tidak hanya menjadi dokumen moral, tetapi juga menjadi ensiklopedia sosial yang menggambarkan bagaimana nilai-nilai Islam diterjemahkan secara lokal oleh kaum Mudejar dan Morisco—Muslim yang dipaksa berpindah agama, namun diam-diam mempertahankan ajarannya.

Lebih dari sekadar teks, Wasiyya de Ali adalah bentuk pendidikan spiritual yang menyeluruh. Ia mengajarkan bahwa agama bukan hanya urusan tempat ibadah, tetapi menyentuh semua aspek kehidupan: dari cara bersedekah, menyambut istri, hingga menyikapi ilmu dan kesombongan. Teks ini juga menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam tetap diajarkan, ditulis, dan diwariskan, meskipun tersembunyi dan dalam bahaya.

Menariknya, naskah-naskah Aljamiado ditemukan kembali secara tidak sengaja pada abad ke-19. Mereka ditemukan dalam rongga dinding, di bawah lantai rumah, di balik peti tua, hingga di gua-gua terpencil. Hal ini menunjukkan bagaimana tulisan tersebut disimpan dengan penuh kecermatan untuk melindunginya dari penghapusan total. Penemuan ini membuka mata dunia bahwa Islam di Spanyol tidak pernah benar-benar punah. Ia hanya dipaksa untuk bersembunyi, untuk bernafas dalam bisu. Namun seperti api kecil yang dipeluk dalam batin yang hangus, semangat keislaman tetap hidup—dan justru mekar dalam bentuk-bentuk literatur yang penuh makna dan keteguhan.

Bentuk perlawanan yang ditunjukkan dalam Aljamiado bukanlah dengan kekuatan fisik, melainkan dengan mempertahankan bahasa, pengetahuan, dan identitas budaya. Penulisan menggunakan aksara Arab menjadi simbol kelekatan terhadap nilai-nilai Islam, sekaligus sarana mempertahankan keberadaan mereka dalam sejarah.

Wasiyya de Ali bukan hanya teks religius, tetapi juga mencerminkan struktur sosial umat Islam saat itu. Terdapat panduan tentang perilaku terhadap sesama, pola hidup bersih, sikap terhadap ilmu, serta panduan moral yang relevan dalam berbagai aspek kehidupan. Ini adalah bukti bahwa agama mereka hidup dalam keseharian, tidak hanya dalam ritus ibadah.

Nasihat-nasihat dalam naskah ini juga menggambarkan ajaran Islam sebagai sistem nilai yang menyeluruh. Dalam satu bagian, Ali dipesankan untuk tidak sombong atas ilmunya, tetap belajar dari yang lebih ahli, serta menjaga ketulusan dalam setiap amal. Panduan-panduan seperti ini menunjukkan kedalaman pemikiran dan kepribadian Ali yang sangat dihargai dalam literatur Islam.

Melalui naskah Wasiyya dan literatur Aljamiado lainnya, kita dapat melihat bahwa kekuatan budaya dan spiritual dapat tetap hidup, bahkan dalam kondisi serba terbatas. Ini adalah pelajaran penting bahwa mempertahankan bahasa, pengetahuan, dan nilai luhur adalah bentuk perjuangan yang kuat. Di masa kini, warisan seperti ini menjadi sumber inspirasi bahwa ilmu dan kebijaksanaan dapat menjadi benteng utama dalam menghadapi perubahan zaman.

Sebagai warisan sejarah, Aljamiado bukan hanya milik Muslim Spanyol masa lalu, tetapi juga inspirasi bagi umat manusia masa kini bahwa keteguhan terhadap nilai dan jati diri adalah bentuk perjuangan paling murni dalam menghadapi penindasan.

 

 

 

 

Sumber: Bibliotecanatalie

Share:

Facebook
Twitter
Email
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Social Media

Popular Post

Get The Latest Updates

Subscribe To Our Weekly Newsletter

No spam, notifications only about new products, updates.
Kategori
On Key

Related Posts