Edit Content

Aksesibilitas Zona Merah, Mungkinkah Menteri Transmigrasi Kunker ke Mangoli?

Mangoli, Kepulauan Sula – Perjalanan darat Tim Ekspedisi Patriot dari Falabisahaya menuju Pelita (PP) kembali membuka mata publik (14/09/25). Jalan yang menghubungkan kawasan transmigrasi di Pulau Mangoli nyaris tidak bisa disebut jalan. Aspal terkelupas, dipenuhi lubang besar, dan di beberapa titik justru berpasir, licin dan berlumpur. Kendaraan tim berkali-kali terperosok lumpur sebelum bisa melanjutkan perjalanan.

Masyarakat setempat sudah lama mengeluhkan kondisi tersebut. Mereka menyebut perjalanan darat antar-desa bukan sekadar melelahkan, tetapi juga berbahaya. Anak-anak sekolah sering terlambat karena jalan putus, sementara ibu hamil harus digotong berjam-jam menuju tempat bersalin. Petani pun merugi karena distribusi hasil bumi dengan biaya tinggi. Dalam kondisi seperti ini, wacana pembangunan transmigrasi terdengar ironis.

Tim Ekspedisi menemukan fakta bahwa hampir semua ruas jalan utama tidak tersambung dengan baik. Beberapa jembatan darurat hanya terbuat dari kayu yang rapuh. Bila musim hujan tiba, jalur tersebut benar-benar tidak bisa dilalui. Masyarakat sering terpaksa menunggu berhari-hari sampai banjir surut. Artinya, akses jalan di Mangoli tidak pernah bisa dipastikan.

Apakah menteri berani turun langsung melihat kondisi lapangan? Perjalanan Falabisahaya–Pelita bukan sekadar jalan biasa, melainkan ujian nyata keberanian. Jika pejabat pusat tidak pernah melihat sendiri, kebijakan akan selalu timpang. Masyarakat transmigran di Mangoli sebenarnya penuh semangat membangun kehidupan baru. Mereka menanam kopra, pala, dan hasil bumi lain dengan harapan bisa meningkatkan taraf hidup. Sayangnya, akses jalan justru menjadi penghambat utama. Hasil pertanian sering tidak sampai ke pelabuhan tepat waktu. Harga jual pun jatuh karena kualitas menurun dalam perjalanan.

Tim Ekspedisi mencatat bahwa Mangoli berpotensi besar untuk berkembang. Lautnya kaya hasil tangkapan, daratannya subur untuk perkebunan, dan manusianya pekerja keras. Tetapi semua itu terhalang karena aksesibilitas nyaris nol. Hilirisasi hanya bisa tumbuh bila jalan dan jembatan dibenahi lebih dulu. Tanpa itu, jargon pembangunan hanya akan menjadi mimpi panjang.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang keberanian pejabat tinggi. Apakah Menteri Transmigrasi berani menginjakkan kaki langsung ke kawasan transmigrasi Mangoli? Atau cukup puas mendengar laporan di balik meja? Keberanian melihat fakta lapangan akan menentukan keseriusan pemerintah. Karena masyarakat sudah terlalu lama menunggu bukti nyata.

Perjalanan darat Falabisahaya–Pelita adalah cermin ketertinggalan pembangunan. Di saat daerah lain membanggakan jalan tol megah, Mangoli masih berkutat dengan jalan berlumpur. Ketimpangan ini seolah mempertegas bahwa pembangunan belum menyentuh pinggiran. Bila pemerintah sungguh ingin membangun Indonesia dari pinggiran, Mangoli harus menjadi prioritas. Kehadiran Menteri Transmigrasi akan menjadi ujian sekaligus simbol komitmen.

Tim Ekspedisi Patriot menegaskan bahwa laporan ini bukan sekadar catatan perjalanan. Ini adalah suara dari pelosok negeri yang menuntut keadilan pembangunan. Masyarakat tidak meminta kemewahan, hanya akses jalan yang layak. Pertanyaannya kini, beranikah Menteri Transmigrasi menjawab tantangan ini dengan turun langsung?

h,, Mungkinkah Menteri Transmigrasi Kunker ke Mangoli?Penulis: Ardiansyah BS

Fotografer: Agung Nugraha (Geografi UI)

Share:

Facebook
Twitter
Email
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Social Media

Popular Post

Get The Latest Updates

Subscribe To Our Weekly Newsletter

No spam, notifications only about new products, updates.
Kategori
On Key

Related Posts