Edit Content

Antinomianisme dalam Suluk Lonthang: Antara Islam dan Wacana Keagamaan Pra-Islam

Artikel
ini membahas edisi kritis pertama dan terjemahan lengkap puisi mistik Jawa abad
ke-19, Suluk Lonthang.
Memanfaatkan
berbagai keahlian disiplin seperti filologi Jawa Kuno dan Modern, Studi Tantra,
dan Studi Islam. Suluk Lonthang menggambarkan lanskap religius Jawa yang
multivokal dan multifaset, dengan akar historis yang dapat ditelusuri dalam
tradisi Sufi dari dunia Islam dan Persia serta tradisi Tantrik dari Jawa
pra-Islam dan anak benua India. Puisi ini mengisahkan seorang santo
pemberontak, Lĕbe Lonthang, yang perilaku antinomian dan petualangan seksualnya
menyebabkan kegemparan di Jawa. Cerita berakhir dengan nada ambigu,
narator langsung menginstruksikan audiens untuk
menggunakan puisi ini dalam pendidikan agama mereka.

Puisi
ini menyoroti ketegangan antara pemikiran dan praktik agama normatif dengan
pendekatan yang lebih subversif dan transgresif. Lĕbe Lonthang, sebagai
karakter utama, menantang norma-norma sosial dan religius, terutama terkait
dengan peran gender dan moralitas seksual. Perilaku antinomian seperti ini
dikenal dalam tradisi mistik baik Islam maupun pra-Islam, yang menganggap
pelanggaran norma sebagai tanda kemajuan spiritual. Ketegangan ini mencerminkan
perdebatan yang lebih luas di Jawa pada abad ke-19 mengenai reformasi Islam dan
pengaruh kolonialisme. Puisi ini menjadi cerminan dari ketidaksetujuan dan
kontestasi pemikiran agama di masa itu.

Abad
ke-19 ditandai oleh ketegangan antara Muslim yang disebut “Javanist”
atau “heterodoks” dan mereka yang mengedepankan kemurnian reformis.
Kelompok Sufi tertentu, seperti Santri Birahis, dikenal karena praktik ekstatik
mereka yang kontroversial. Dalam Suluk Lonthang, pelanggaran norma seksual dan
perilaku antinomian lainnya dianggap sebagai tanda kemajuan spiritual. Ini
menunjukkan adanya warisan pra-Islam yang berkontribusi pada bentuk-bentuk
artikulasi Islam yang diperdebatkan di Jawa. Meskipun ada pengaruh Sufi,
warisan pra-Islam memainkan peran penting dalam membentuk narasi religius ini.

Suluk
Lonthang menunjukkan pengaruh dari tradisi Tantrik pra-Islam, khususnya dari
aliran Pāśupata dan Kāpālika. Tradisi ini dikenal dengan praktik antinomian
mereka yang melibatkan pelanggaran norma sosial sebagai jalan menuju pencerahan
spiritual. Lĕbe Lonthang menampilkan perilaku yang mengingatkan pada
praktik-praktik Tantrik ini, seperti berkeliling tanpa pakaian dan menari
sebagai bentuk doa.
Artikel ini mengungkap bahwa motif-motif pra-Islam ini terus hidup dalam
sastra mistik Jawa Islam. Hubungan antara Sufisme dan Tantrisme mencerminkan
proses adaptasi dan sintesis religius.

Penelitian
kolonial sering kali menggambarkan Islam di Jawa sebagai sinkretik dan lemah
secara ideologis. Dalam periode postkolonial, pandangan ini tetap berpengaruh,
meskipun mulai ada pergeseran menuju pengakuan terhadap kompleksitas religius
Jawa. Studi ini mengkritisi pendekatan yang mengabaikan warisan pra-Islam dan
mendorong pemahaman yang lebih holistik. Diskursus Orientalistik telah
membentuk cara kita melihat interaksi agama di Jawa, dan penelitian ini
berupaya menawarkan perspektif yang lebih nyambung dengan realitas lokal. Ini
penting untuk memahami konteks historis dan budaya dari teks-teks seperti Suluk
Lonthang.

Edisi
kritis dan terjemahan Suluk Lonthang didasarkan pada beberapa manuskrip Jawa
yang disimpan di berbagai perpustakaan dan koleksi pribadi. Manuskrip ini
menunjukkan variasi dalam teks, namun memiliki inti cerita yang konsisten.
Variasi teks dicatat dan dianalisis untuk memahami
evolusi dan interpretasi berbeda dari puisi ini. Terjemahan ini memberikan
akses yang lebih luas bagi peneliti untuk mengkaji isi dan konteks teks.
Hasilnya membantu mengungkap lapisan-lapisan makna dalam Suluk Lonthang.

Karakter
Lĕbe Lonthang sering dikaitkan dengan tokoh-tokoh antinomian lain dalam tradisi
mistik Jawa seperti Siti Jĕnar dan Sunan Panggung. Tokoh-tokoh ini dikenal
karena doktrin mistik heterodoks mereka yang sering kali bertentangan dengan
Islam normatif. Eksekusi mereka oleh otoritas religius menggambarkan konflik
antara ortodoksi dan mistisisme radikal. Studi ini menunjukkan bahwa
cerita-cerita ini mungkin dipengaruhi oleh motif-motif pra-Islam yang kemudian
diintegrasikan ke dalam narasi Islam. Hubungan ini mencerminkan dinamika
kompleks antara tradisi religius yang berbeda.

Puisi
ini juga menunjukkan hubungan erat antara mistisisme antinomian dan seni
pertunjukan seperti wayang. Lĕbe Lonthang menggunakan kitab-kitab agama sebagai
alat untuk pertunjukan wayang, yang merupakan seni pra-Islam yang kaya akan
makna simbolis. Ini mencerminkan bagaimana tradisi lokal dipertahankan dan
disesuaikan dalam konteks Islam.
Seni
pertunjukan memainkan peran penting dalam menyampaikan dan
mengkontekstualisasikan ajaran mistik. Seni pertunjukan menjadi medium untuk
mengeksplorasi dan mengekspresikan identitas religius.

Kolonialisme
membawa perubahan signifikan dalam lanskap religius di Jawa, termasuk dalam
cara teks-teks seperti Suluk Lonthang dipahami dan diinterpretasikan. Otoritas
kolonial sering kali memandang Islam sebagai ancaman politik, yang mempengaruhi
cara mereka mendukung atau menekan tradisi lokal. Studi ini mengkaji bagaimana
pengaruh kolonial membentuk diskursus religius dan bagaimana masyarakat lokal
meresponsnya. Ini penting untuk memahami konteks historis di mana Suluk
Lonthang ditulis dan dibaca. Penelitian ini menyoroti perlunya perspektif yang
lebih nyambung dengan realitas lokal dalam studi agama di Jawa.

Suluk
Lonthang adalah teks yang kompleks dan multivokal yang mencerminkan interaksi
antara tradisi Islam dan pra-Islam di Jawa. Melalui analisis kritis dan
terjemahan,
artikel ini
memberikan wawasan baru tentang bagaimana identitas religius dibentuk dan
dipertahankan dalam konteks perubahan sosial dan politik. Karakter Lĕbe
Lonthang menunjukkan bahwa pelanggaran norma dapat dilihat sebagai bentuk
pencarian spiritual yang sah. Studi ini menekankan pentingnya memahami konteks
historis dan budaya dalam menganalisis teks-teks mistik. Hasilnya memberikan
kontribusi signifikan terhadap studi agama dan sastra di Indonesia.

 

 

 

 

 

Sumber: 10.1017/S1356186323000652

Tag :

Share:

Facebook
Twitter
Email
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Social Media

Popular Post

Get The Latest Updates

Subscribe To Our Weekly Newsletter

No spam, notifications only about new products, updates.
Kategori
On Key

Related Posts