Hikayat Banjar memberikan banyak inspirasi bagi banyak orang. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana upaya mereka dalam mengulas naskah. Upaya tersebut ditandai dengan adanya beragam penelitian dengan judul yang berbeda. Tentu, setiap penelitian mempunyai kelebihan masing-masing, kelebihan tersebut menjadi pelengkap antara satu penelitian dengan penelitian lain sehingga memberikan wawasan yang komprehensif bagi generasi selanjutnya. Namun, apa yang membuat mereka tertarik mengungkap naskah ini? Tercatat sejak awal abad ke-19, cerita ini menarik perhatian sarjana-sarjana Eropa.
Hikayat Banjar bertransformasi dalam berbagai judul penelitian. Bermula dari Sir Stamford Raffles yang meminta salinan naskah ini kepada Sultan Pontianak, ternyata naskah milik sultan juga merupakan salinan yang didapat dari kota Waringin. Setelah proses penyalinan selesai, naskah diberikan kepada John Crawfurd selaku Residen di Yogyakarta. Karena Raffles telah kembali ke Eropa, J. Crawfurd menyimpannya untuk dirinya sendiri. Pada tahun 1845, koleksi manuskrip miliknya dijual ke Museum British London.
Hikayat Banjar dipertuturkan hingga sekarang merujuk pada dua sumber, yaitu resensi I dan resensi II. Dua sumber tersebut diturunkan dari 8 naskah koleksi Indonesia dan 12 naskah koleksi Eropa. Teks yang disunting dalam Hikayat Bandjar merupakan Resensi I yang berisi 9 naskah yang berusaha mmbandingkan varian dan karakteristiknya.
Penerbitan pertama yang membincangkan secara terperinci ialah Contibution to the History of Borneo (Sumbangan kepada Sejarah Borneo) oleh J. Hageman tahun 1857. Merujuk pada Resensi I dengan beberapa perbedaan tanggal dan penyebutan Lambung Mangkurat sebagai mangkubumi.Penerbitan kedua tahun 1860 oleh A. van der Ven dengan judul Notes on the Realm of Bandjarmasin (Catatan Tentang Kerajaan Bandjarmasin). Mengandung Resensi II dengan peta Kalimantan Tenggara.
Penerbitan ketiga oleh J. Hageman pada tahun 1861 dengan judul Historical Notes on Southern Borneo (Nota-nota Sejarah Tentang Kalimantan Selatan). Memberikan penjelasan tentang silsilah keturunan dinasti Banjar. Selanjutnya, tahun 1877 FSA de Clerq menerbitkan Earliest History of Bandjarmasin(Sejarah Terawal Bandjarmasin). Kemudian tahun 1899, J.J. Meyer menerbitkan Contibution to our Knowledge of the History of the former Realm of Bandjar (Sumbangan kepada Pengetahuan Kita tentang Sejarah Bekas Kerajaan Banjar). Merupakan gabungan dari unsur-unsur Resensi I dan II dan beragam tradisi lisan.
Temuan terakhir hingga kini disertasi tentang The Chronicle of Bandjarmasin oleh A.A. Cense tahun 1928. Menjelaskan ringkasan secara terperinci kedua versi utama hikayat tersebut. Kedua versi utama Hikayat Bandjar diperbandingkan untuk pertama kali.
Melalui pendetan historis, membandingkan antara Resensi I dan Resensi II dengan cerita-cerita Melayu dan Jawa lain, diantaranya: Salasilah Kutai, Cerita Sukadana, Sejarah Melayu, Hikayat Marong Mahawangsa, Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Acheh.
Peneliti tidak menentukan hubungan yang tepat antara kedua versi ini, tetapi setidaknya telah memperlihatkan kepada semua pelajar. Maka, penelitian selanjutnya perlu kiranya memperhatikan hubungan yang tepat antara kedua versi naskah.