Peristiwa Isra Mi’raj yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW menjadi kisah yang begitu populer di kalangan umat Islam. Ada banyak karya yang menuliskan kisah tersebut. Dalam aneka rupa bentuk dan bahasa. Baik yang telah lampau, maupun yang baru.
Dari karya-karya tersebut, di Banyuwangi ternyata ada beberapa yang berupa manuskrip. Misalnya, Serat Mi’raj yang ditemukan di sejumlah komunitas Madura yang berada di Banyuwangi. Di antaranya yang berada di Desa Bayu, Kecamatan Songgon dan di Desa Banyuanyar, Kecamatan Kalibaru.
Selain itu, ternyata juga ditemukan manuskrip lain yang menceritakan tentang malam dimana Rasulullah diperjalankan dari Masjidil Haram menuju Masjid Aqsa, langsung ke Sidratul Muntaha. Yaitu, Risalah Mi’raj yang berada di Kampung Mandar, Kecamatan Banyuwangi.
Jika Serat Mi’raj ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dalam bentuk tembang, tidak dengan Risalah Mi’raj ini. Bahasa yang digunakan adalah Melayu. Gaya menulisnya lebih dekat dengan prosa ketimbang tembang. Aksara yang pertama Pegon, sedangkan yang kedua aksara Jawi. Sama-sama memodifikasi huruf Hijaiyah, namun berbeda dalam menuliskan huruf vokalnya masing-masing.
Sebagaimana tertulis dalam naskah sejumlah 70-an halaman itu, karya tersebut awalnya, berbahasa Arab. Kemudian diterjemahkan oleh Syekh Abdussamad al-Palimbani, seorang ulama asal Palembang yang bermukim di Mekkah. “Maka selesai dari pada menerjemahkan risalah miraj ini di dalam negari Mekkah al-Musyarafah pada hari Jumat, sebelas hari bulan Rajab yang mubarakah tahun seribu seratus [naskah berlubang] dari pada hijrah Nabi Sholli alaihi wa Sallam. Dan telah menganyalah (?) oleh yang menterjemahkan akan Risalah Mi’raj ini dari pada bahasa Arab kepada bahasa Jawi yaitu faqir yang dlaif yang muhta(j?) kepada Allah Taala Abdus Shomad al-Jawi Palimbang…”
Dalam kolofon tersebut, tertulis bahwa karya tersebut selesai diterjemahkan oleh Syekh Abdussamad al-Palimbani pada 11 Rajab pada tahun seribu seratus-an. Karena naskah berlubang, maka tak bisa dipastikan seratus berapa naskah itu diselesaikan. Akan tetapi, dalam sejumlah literatur yang lain, disebutkan jika Syekh Abdussamad al-Palimbani itu, menyelesaikan karya berjudul “Kitab Mi’raj” pada 1201 H/ 1786 M. Ada perbedaan masa yang cukup jauh.
Lantas, naskah Risalah Mi’raj karya Syekh Abdussamad itu, kemudian banyak ditulis ulang. Salah satunya adalah seorang santri yang tinggal di Buleleng, Bali. Naskah itu ditulis ulang pada 26 Shafar 1323 H/ sekitar 3 Mei 1905 M. “Telah selesai dari pada menyurat Risalah Murah ini kepada hari Selasa, jam pukul tiga sore, kepada 26 hari bulan Shafar pada tahun alip di dalam tahun gis(?) hijrah nabi 1323 di negara Buleleng,” demikian tertulis di kolofonnya.
Penyalinan tersebut, tampaknya dibuat atas pesanan dari seorang di Kampung Mandar, Banyuwangi. “Yang mempunyai Mas’ud, orang Banyuwangi, Kampung Mandar. Tamat kalam bil khoir. Wassalam,” tutup naskah tersebut. Menurut Zulkarnain, kawan yang kini merawat naskah tersebut, nama Mas’ud dalam teks tersebut merujuk pada nama santri dari Datuk Anjang alias Yahya. Nama yang terakhir tersebut, merupakan pendakwah Islam di perkampungan yang berhimpitan dengan selat Bali itu. Ia merupakan perintis masjid pertama di Kampung Mandar tersebut.
Meskipun naskah tersebut tak hidup sebagaimana Serat Mi’raj yang ditembangkan komunitas Madura di Banyuwangi. Namun, penemuan naskah ini, turut memperkaya khazanah literatur tentang tumbuh kembangnya Islam di ujung timur Jawa ini.
Sumber: Komunitas Pegon
Berita Terkait
Dilihat : 84