Oleh: Menachem Ali
Kitab yang berjudul “Shahifah Hammam bin Munabbih”, merupakan salah satu manuskrip tertua dalam bidang hadits. Kitab koleksi hadits yang paling awal ditulis dalam dunia Islam ini ternyata edisi perdana naskah cetakannya kini telah ditemukan. Koleksi teks hadits yang dikodifikasi pada era kuno ini amat penting dikaji secara filologis. Inilah kitab koleksi hadits yang ditulis oleh Hammam bin Munabbih (w. 132 H), murid langsung dari Abu Hurairah, sahabat Nabi SAW.
Kitab kuno yang sangat langka ini “diburu” di pasar buku bekas di pinggiran kota Kairo – Mesir, dan kitab ini ternyata sudah tidak terbit lagi. Buku kuno ini sudah sangat lusuh, penuh coretan yang merupakan “scholia” dari pemilik sebelumnya, penjilidan serta “cover” kitabnya juga sudah rusak parah. Inilah kitab hadits yang paling berharga dalam deretan koleksi kitab-kitab kuno di perpustakaan pribadi yang saya miliki.
Kitab Shahifah Hammam bin Munabbih yang diterbitkan oleh Maktabah al-Khoniji, d/a 2 Abou Saif Ln, as-Sahah, Abdeen, Cairo Governorate ini, ternyata merupakan naskah yang pertama kali diterbitkan. Inilah naskah cetakan edisi pertama yang ternyata usianya lebih dari 100 tahun. Urgenitas naskah cetakan ini bukan sekedar dari aspek kekunoan fisik naskahnya, tetapi juga terkait dengan aspek kekunoan edisi teksnya.
Kitab cetakan ini pertama kali di-tahqiq oleh Dr. Rif’at Fawzī ‘Abdul Mutthalib, seorang dosen di Fakultas Dar al-‘Ulum, Universitas Kairo, sekaligus seorang filolog kenamaan asal Mesir. Beliau juga yang pertama kali men-tahqiq kitab “Al-Umm” karya Imam al-Syāfi’ī. Bila naskah cetakan kitab Shahifah Hammam bin Munabbih pertama kali ditahqiq oleh Dr. Rif’at Fawzi ‘Abdul Mutthalib diterbitkan oleh Maktabah Al-Khoniji – Kairo, maka naskah cetakan kitab Al-Umm edisi kedua yang ditahqiq oleh Dr. Rif’at Fawzi ‘Abdul Mutthalib justru diterbitkan oleh penerbit Dār al-Wafā`, Kairo – Mesir. Sebenarnya, naskah cetakan kitab Al-Umm pertama kali diterbitkan oleh penerbit Boulaq – Mesir, dan informasi tersebut didapatkan dari edisi kedua garapan beliau sendiri yang diterbitkan oleh penerbit Dar al-Wafa’ – Mesir.
Dalam Shahifah Hammam bin Munabbih (w. 132 H), disebutkan hadits-hadits terkait tanda-tanda kiamat. Menariknya, pada hadits ke-25 menegaskan adanya istilah asing yang menandai adanya relasi antarteks yang bernuansa teologis yang melintas batas iman, yakni serapan kata دجالون (“dajjalun”) yang etimologinya ternyata berasal dari kosakata Suryani (Syriac). Bisa dipastikan bahwa istilah tersebut diadopsi dari teks Peshitta berbahasa Suryani (Syriac), yakni dari kosakata “Daggala” (singular) atau pun “Daggale” (plural) yang keduanya secara literal bermakna “pendusta.” Menurut saya, istilah tersebut bukan sekedar kata biasa, tapi merupakan kata kunci yang mengusung makna teologis, dan urgenitas kosakata ini sebagai kata penting untuk mengungkap apa itu sebenarnya Dajjal dan keterkaitannya dengan Isa Al-Masih.
Kitab Shahifah Hammam bin Munabbih (w. 132 H) adalah satu-satunya naskah terkuno yang teksnya terkait penggunaan istilah دجالون yang muncul dalam teks berbahasa Arab, dan tidak ada bukti historis terkait penggunaan istilah دجالون (“dajjalun”) yang secara filologis digunakan pada manuskrip-manuskrip berbahasa Arab yang ditulis pada era sebelum adanya Shahifah Hammam bin Munabbih (w. 132 H). Setelah itu muncullah Alkitab berbahasa Arab edisi perdana yang menggunakan istilah دجالون tersebut. Dengan kata lain, manuskrip terkuno terkait penggunaan istilah دجالون dalam teks berbahasa Arab hanya dapat ditemukan dalam teks Shahifah Hammam bin Munabbih (w. 132 H). Dengan demikian, istilah دجالون secara linguistik historis merupakan istilah khas Islam yang sejak awal telah muncul pada era tahun 132 H., yang ditandai dengan tahun wafatnya sang tokoh.
Secara historis, tentu saja istilah دجالون merupakan istilah khas Arab-Islam, dan bukan merupakan istilah khas Arab-Kristen, meskipun secara teologis istilah tersebut berakar dari tradisi Kristen. Fakta membuktikan bahwa istilah دجالون dalam Alkitab berbahasa Arab ternyata baru muncul dalam teks Alkitab berbahasa Arab versi Good News Arabic (GNA), yang terbit pertama kali pada tahun 1968 M. Ini berarti penggunaan istilah دجالون dalam dunia kekristenan Arab baru muncul pada era pasca-Islam.
Bila istilah دجالون telah termaktub dalam manuskrip Shahifah Hammam bin Munabbih pada tahun 132 H./ 750 M., dan istilah دجالون telah tertulis dalam naskah cetakan Alkitab berbahasa Arab versi Good News Arabic (GNA) yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1968 M., maka ada rentang waktu sekitar 1218 tahun. Dengan kata lain, penggunaan istilah دجالون dalam teks Arab-Islam telah eksis sejak tahun 750 M., sedangkan istilah دجالون dalam teks Arab-Kristen baru eksis sejak tahun 1968 M. Dengan demikian, istilah دجالون dalam manuskrip Arab merupakan istilah khas Arab-Islam yang kemudian diadopsi dan diadaptasi dalam tradisi khas Arab-Kristen. Dalam konteks ini, teologi Islam berakar pada tradisi Kristen Syria melalui pengaruh bahasa Suryani, sedangkan kekhasan teologi Kristen Arab berakar pada tradisi Islam melalui pengaruh bahasa Arab-Islam.
Bila kita hendak membahas tanda-tanda kiamat, maka kita tidak bisa memahaminya secara parsial, sebab “nuzul” Isa terkait juga dengan Dajjal, dan Dajjalun, dan “nuzul” Isa juga terkait dengan Imam Al-Mahdi AS. Selain itu, Hammam bin Munabbih (w. 132 H) memang menjelaskan persoalan دجالون (“dajjalun”), sedangkan Muqatil bin Sulaiman (w. 150 H) menjelaskan persoalan دجال (“Dajjal”) dan نزول عيسى (:nuzul Isa”). Dalam konteks ini, kedua kata kunci tersebut, yakni دجال (“Dajjal”) atau دجالون (“dajjalun”) serta عيسى (“Isa”) kedua nama tersebut ternyata berasal dari bahasa Syriac, dan ini terkait dengan tema besar, yakni tanda-tanda kiamat.
Wacana terkait Al-Masih Dajjal (المسيح الدجال) tidak saja dikenal dalam literatur Islam, tetapi wacana Al-Masih Dajjal ternyata juga dikenal dalam literatur yang lebih kuno di Timur Tengah, terutama pada dokumen agama-agama Semitik, yang merujuk pada tradisi agama Kristen. Dalam teks Peshitta abad ke-5 M., yang ditulis dalam bahasa Syro-Aramaic, istilah Al-Masih ad-Dajjal (المسيح الدجال) dikenal dengan sebutan Mshikha Daggala (ܡܫܝܚܐܕܓܠܐ), sedangkan dalam literatur Ibrani ternyata istilah tersebut disebut dengan sebutan Meshikhei sheqer (משיחי שקר). Meskipun berbeda dalam pelafalan diksinya, tetapi ketiganya merujuk pada makna yang sama, yaitu Mesias palsu – the false Messiah.
Injil Matius 24:24 versi Peshitta menyebutkan demikian.
Nqumun geir Mshikhe Daggale wa neviyye d’kaddavuta, w’nitlun atwata rawrwata. Eyk d’nath’on in mishkta af lagvayya.
(Karena akan datang banyak Al-Masih palsu dan nabi-nabi palsu. Mereka akan memberikan tanda-tanda ajaib yang dahsyat serta juga berbagai mukjizat, supaya kalau bisa, mereka menyesatkan orang-orang pilihan-Nya juga).
Sementara itu, teks Injil Matius 24:24 versi bahasa Arab tertulis demikian:
فسيظهر مسحاء دجالون وانبياء كذابون يصنعون الايات والعجاءب العظيمة ليضللوا ان امكن حتى الذين اختراهم الله
“Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul, dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga.” Alkitab: Al-Kitab al-Muqaddas. Arab – Indonesia. ‘Arabiy – Indunisiy (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2003), hlm. 86
Ayat suci yang termaktub dalam Matius 24:24 yang tertulis dengan menggunakan istilah Syro-Aramaic ܡܫܝܼܚܹܐܕܲܓ̈ܵܠܹܐ(Mšīkhe daggale), ternyata ada kesejajaran episteme dengan istilah Arab, yakni مسحاء دجالون (Musakha-u dajjalun). Dan istilah Syro-Aramaic ܡܫܝܼܚܹܐܕܲܓ̈ܵܠܹܐ(Mšīkhe daggale) sebagaimana yang termaktub dalam teks Peshitta tersebut, ternyata berdasar pada kajian semantik leksikal bermakna ganda; yakni merujuk pada makna “the Anointed Ones” dalam konteks agamis dan politis. Dalam Injil Matius 24:24 itu memang tertulis term plural, yakni ܡܫܝܼܚܹܐܕܲܓ̈ܵܠܹܐMšīkhe daggale. Pada istilah tersebut terdapat penanda “seyame” yakni sebagai penanda bentuk plural (jamak) atas kata Mšīkhe, yg secara maknawi membuktikan akan adanya ‘mesias-mesias’ yg ‘palsu’ (daggale – adjective, plural). Ayat ini mengkonfirmasi akan adanya kemunculan lebih dari seorang ‘mesias’ selain dari Al-Masih ad-Dajjal itu sendiri.
Teks Perjanjian Baru, terutama yang termaktub dalam nas (I Yohanes 2:22), ternyata juga mencatat bahwa Al-Masih ad-Dajjal (المسيح الدجال) merupakan sosok yang kontras dari Yesus (Isa) yang disebut sebagai Al-Masih (المسيح), sebagaimana catatan kitab suci.
فمن هو الكذاب الا الذي ينكر ان يسوع هو المسيح. هذا هو المسيح الدجال الذي ينكر الاب والابن معا.
Fa man huwa al-kadzdzab illa alladzi yunkiru inna Yasu’ huwa Al-Masih. Hadza huwa Al-Masih ad-Dajjal alladzi yunkiru Al-Ab wal Ibn ma’an.
(Siapakah dia sang pendusta itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa Yesus adalah Al-Masih? Dia itu adalah Al-Masih ad-Dajjal, yaitu dia yang menyangkal baik Bapa maupun Anak), Alkitab: Al-Kitab al-Muqaddas. Arab – Indonesia. ‘Arabiy – Indunisiy (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 3003), hlm. 765. Menariknya, teks Peshitta berbahasa Syro-Aramaic menyebut المسيح الدجال (Al-Masih ad-Dajjal) dengan sebutan ܡܫܝܚܐܕܓܠܐ(Mshikha Daggala).
Berita Terkait
Dilihat : 58