Oleh: Menachem Ali
Ormas Muhammadiyah menghargai 4 mazhab ortodoks, yakni mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’i dan mazhab Hanbali. Namun, ormas Muhammadiyah tidak condong terhadap mazhab tertentu dari salah satu mazhab ortodoks tersebut. Keputusan Tarjih Muhammadiyah adalah keputusan yang mengikat semua warga Muhammadiyah apapun keputusan Tarjih yang telah ditetapkan; dan keputusan itu sifatnya ijtihadi dan kontekstual, bukan bersifat mengikat selama-lamanya di luar konteks.
Oleh sebab itulah, keputusan Tarjih Muhammadiyah berlaku pada zamannya, dan keputusan tarjih tersebut tidak otomatis berlaku di luar zamannya, begitupun sebaliknya. Artinya, keputusan Tarjih Muhammadiyah berlaku temporal, dan bukan berlaku permanen. Metode ijtihadi ormas Muhammadiyah yang khas inilah yang sering tidak dipahami oleh warga non-Muhammadiyah. Ormas Muhammadiyah memahami bahwa fiqh itu bersifat ijtihadi dan sesuai dengan semangat zamannya yang selalu berpijak pada aspek sosio-kultural, dan disesuaikan dengan nas yang telah ditarjih.
Pada masa kepemimpinan Imam Syafi’i (Ma’arif), warga Muhammadiyah yang tidak merokok berarti sama dengan Imam Syafi’i (Ma’arif). Sebaliknya, pada masa kepemimpinan Imam Malik (Fajar), warga Muhammadiyah yang merokok berarti sama dengan Imam Malik (Fajar). Dan fatwa haram-nya rokok baru saja dikeluarkan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah pada masa kepemimpinan Prof. Din Syamsuddin. Warga Muhammadiyah telah memahami hal ini. Inilah dinamika ijtihadi dalam Tarjih ormas Muhammadiyah, sehingga ormas terbesar ke-2 di Indonesia ini tidak pernah menyalahkan atau pun terlalu mudah memberikan label bid’ah atau pun stigmatisasi Ahl Bid’ah terhadap para pengamal aplikasi fiqh di luar warga non-Muhammadiyah.
Ini merupakan buku cetak tua beraksara Jawa yang berisi keputusan Tarjih Muhammadiyah era 70-an. Pada cover tersebut tertulis: “Pasalatan manut Panitinipun Majlis Tarjih Muhammadiyah. Kawedalaken dening Ngaisiyah Dhaerah Surakarta(“Tata Cara Sholat menurut Keputusan Majlis Tarjih Muhammadiyah. Dikeluarkan oleh Organisasi Aisiyah Daerah Surakarta/Solo”).
Bukti adanya doa Qunut Shubuh tersebut dapat ditelusuri pada buku cetakan Himpunan Putusan Tarjih (HPT) tahun 1967 dan juga Himpunan Putusan Tarjih (HPT) tahun 1971. Sementara itu, Himpunan Putusan Tarjih (HPT) cetakan ketiga tahun 1974 yang beredar hingga sekarang sudah tidak mencantumkan atau menghilangkan fatwa Tarjih Muhammadiyah tentang doa Qunut Shubuh yang pernah dicantumkan di edisi-edisi sebelumnya. Bila pada mazhab Syafi’i dikenal adanya “qaul qadim” dan “qaul jadid” dari fatwa Imam Syafi’i; maka bagi ormas Muhammadiyah juga dikenal adanya “qaul qadim” dan “qaul jadid” menurut Tarjih Muhammadiyah berkaitan dengan persoalan doa Qunut Shubuh.
Oleh karena itu, agar tidak terjadi fitnah terhadap pribadi saya, maka saya akan menjelaskan sanad keguruan saya tersebut: saya berguru kepada KH. Abdullah Wasi’an, dan KH. Abdullah Wasi’an berguru kepada KH. Mas Mansur, tokoh Muhammadiyah era pra-70’an.
Tulisan penting ini terpaksa saya tulis karena ada orang-orang yang sengaja membuat gegaduhan di Youtube atau medsos soal Qunut Shubuh itu dinyatakan sebagai bid’ah, dan bid’ah itu otomatis dzalalah (sesat), dan sesat itu otomatis fin nar (di neraka).
Dalam konteks ini, tidak ada bid’ah hasanah; serta ormas Muhammadiyah dan ormas NU sengaja dibentur-benturkan oleh kelompok Takfiri, dan mereka gemar mentahzir kelompok lain dengan sebutan Ahl Bid’ah. Bila qunut Shubuh dianggap bid’ah oleh kelompok Takfiri tersebut, maka secara terang-terangan mereka telah menstigmatisasi ormas Muhammadiyah sebagai ormas Ahl Bid’ah, karena berdasar pada keputusan Tarjih Muhammadiyah juga pernah terdapat keputusan amal jama’i Qunut Shubuh. Itu berarti, mereka secara terang-terangan telah menjustifikasi bahwa orang-orang Muhammadiyah generasi awal sebagai para pencetus Bid’ah, pelaku Bid’ah, dan Ahl Bid’ah.
Renungkanlah Syi’ir Jawa yang ber-nadham ini, dan biasa dilantunkan di pesantren-pesantren tersebut.
Akeh kang apal Qur’an Hadits-e
(banyak yang hafal Qur’an Haditsnya)
Seneng ngaferke mazhab liyane
(suka mengkafir-kafirkan mazhab lainnya)
Kafire dhewe gak digatekke
(kekafirannya sendiri tidak dikenalinya)