Ada hubungan yang begitu rapat antara pendidikan dan kemerdekaan
dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Pada Kongres Permufakatan Persatuan
Pergerakan Kebangsaan Indonesia pertama,tanggal 31 Agustus 1928, Ki Hadjar
tampil menyampaikan prasaran yang menguraikan permasalahan tersebut. Ia
berangkat dari asumsi sederhana bahwa “segala daya upaya untuk menjunjung
derajat bangsa tak akan berhasil, kalau tidak dimulai dari bawah”. Dalam kerangka
membayangkan pergerakan kebangsaan yang muncul dari bawah itulah Ki Hadjar
menempatkan posisi penting pendidikan. Tujuan dari segala upaya pendidikan
adalah untuk “memerdekakan manusia sebagai anggauta dari persatuan (rakyat)”.
Apa artinya merdeka? Bagi Ki Hadjar, kemerdekaan mesti mengandung
tiga aspek pokok: berdiri sendiri (zelfstandig), tidak tergantung kepada orang
lain (onafhankelijk) dan dapat mengatur dirinya sendiri (vrijheid, zelfbeschikking).
Dari pengertian ini nampak jelas bahwa kemerdekaan bukan hanya kebebasan dari
paksaan pihak lain, tetapi yang terpenting ialah kemandirian untuk mengambil sikap
sendiri.
Dalam karangannya di majalah Wasita tahun 1947, Ki
Hadjar menganggap kemandirian itu jauh lebih penting daripada sekadar kebebasan.
Ia katakan: “Sifat mandiri inilah sifat yang pokok, syarat yang mutlak, bagi
tiap-tiap kemerdekaan. Bebas dari paksaan atau perintah orang lain, tak akan
dapat langgeng atau abadi, kalau tidak berdasar atas kekuatan untuk berdiri
sendiri.” Kemandirian lebih penting dari kebebasan karena kebebasan dapat saja
diperoleh lewat pemberian, dan apa yang dapat diperoleh lewat pemberian dapat pula
ditarik kembali oleh sang pemberi. Sedangkan kemandirian hanya dapat diperoleh
dengan daya upaya sendiri dan oleh karenanya menjadi dasar yang kuat untuk
mewujudkan kebebasan yang langgeng, tidak tergantung pemberian pihak lain.
Bagaimana cara kerja kemandirian? Ki Hadjar menerangkannya
melalui konsep yang disebutnya “Trisakti jiwa” atau tiga daya (shakti) yang
terdapat dalam jiwa manusia. Dalam diri setiap orang, menurutnya terdapat tiga
prinsip yang membuahkan tindakan, yakni pikiran, perasaan dan kehendak (cipta,
rasa lan karsa). Pendidikan bertugas mengolah ketiganya menjadi satu kesatuan
yang selaras. Budi pekerti, bagi Ki Hadjar, tak lain daripada “bersatunya gerak
fikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan, yang lalu menimbulkan tenaga”.
Ketiga daya dalam jiwa manusia mesti dibuat sinkron dan searah agar dapat
menimbulkan tenaga yang terejawantah dalam perbuatan dan perilaku sehari-hari. Konsolidasi
ketiganya sampai dengan memunculkan tenaga untuk berbuat itulah yang melandasi
kemandirian. Dengan cara itu, seorang manusia dapat menentukan sikapnya sendiri
tanpa perintah orang lain. Inilah yang dimaksud dengan “manusia merdeka” atau
yang disebut Ki Hadjar sebagai “manusia yang berpribadi”, punya kepribadian
sendiri.
Keterkaitan erat antara visi pendidikan dan kemerdekaan
Ki Hadjar Dewantara telah banyak menjadi sumber kajian dan penelitian para
sejarawan dan pemerhati masalah-masalah kebangsaan. Oleh karena itu, kami
menyambut baik penerbitan buku Indeks Beranotasi Karya Ki Hadjar Dewantara ini.
Himpunan indeks karya Ki Hadjar Dewantara yang dilengkapi dengan catatan ini penting
sebagai pintu gerbang bagi masyarakat yang ingin mengkaji lebih jauh pemikiran
Ki Hadjar Dewantara yang tertuang dalam karya-karyanya. Unduh