Di balik dinding megah kompleks Haram al-Sharif di Yerusalem tersimpan lembaran-lembaran manuskrip yang tersembunyi selama berabad-abad. Pada tahun 1978, sekitar 900 dokumen berharga dari tempat suci ini berhasil difoto oleh tim peneliti dari Institute of Islamic Studies. Salah satu tokoh kunci dalam proyek ini adalah mendiang Prof. Donald P. Little, seorang ahli sejarah Islam yang dihormati. Penemuan ini tidak muncul secara kebetulan, tetapi melalui kerja keras dan kepekaan ilmiah dari dua tokoh penting. Mereka adalah Amal Abul-Hajj, kurator Museum Islam di Haram al-Sharif, dan Linda Northrup, mahasiswa doktoral kala itu yang kelak menjadi profesor di Universitas Toronto.
Dokumen-dokumen yang ditemukan bukan sekadar catatan administratif biasa. Sebagian besar merupakan dokumen hukum, kontrak, surat izin, dan berbagai teks keagamaan serta sosial yang ditulis dalam bahasa Arab dan Persia. Beberapa di antaranya bahkan berusia lebih dari 600 tahun, menjadikannya sebagai saksi bisu dari dinamika hukum, ekonomi, dan sosial masyarakat Islam masa lalu. Temuan ini sangat penting karena memberikan akses langsung pada sumber primer yang otentik. Dalam dunia sejarah Islam, dokumen semacam ini ibarat jendela menuju kehidupan sehari-hari yang jarang tercatat dalam kitab besar atau kronik resmi.
Keistimewaan koleksi ini bukan hanya pada isinya, tetapi juga pada konteks penemuannya. Sebelum difoto oleh tim peneliti, dokumen-dokumen ini tersembunyi dan nyaris tak dikenal oleh dunia luar. Berada di tempat suci seperti Haram al-Sharif menjadikannya sulit diakses karena sensitivitas politik dan agama. Namun, berkat kolaborasi antara ilmuwan lokal dan internasional, dokumen ini berhasil diselamatkan. Ini menunjukkan bahwa kerja sama lintas budaya dan disiplin ilmu sangat penting dalam pelestarian warisan sejarah.
Setelah proses dokumentasi dilakukan, koleksi ini dimikrofilm pada tahun 1980 untuk keperluan konservasi dan studi lanjutan. Dengan teknologi yang terbatas saat itu, mikrofilm menjadi cara terbaik untuk menjaga agar dokumen tidak rusak sekaligus bisa dipelajari dari tempat lain. Kini, berkat perkembangan digital, hasil pindai koleksi ini tersedia secara terbuka di Islamic Studies Library’s Internet Archive collection. Akses ini memungkinkan para peneliti, mahasiswa, dan masyarakat umum dari seluruh dunia untuk mempelajari sejarah Islam dari Yerusalem secara langsung. Ini adalah langkah besar dalam mendemokratisasi ilmu pengetahuan dan memperluas jangkauan warisan budaya.
Dalam koleksi tersebut, kita bisa menemukan berbagai jenis dokumen yang mencerminkan kompleksitas kehidupan masyarakat Muslim pada masa lalu. Ada kontrak jual beli, perjanjian sewa, wakaf, surat kuasa, dan keputusan hukum dari otoritas setempat. Dokumen-dokumen ini memperlihatkan bahwa sistem hukum Islam telah dipraktikkan secara nyata dan detail dalam kehidupan sehari-hari. Kita dapat membaca bagaimana properti dibagi, bagaimana sengketa diselesaikan, dan bagaimana peran hakim (qadhi) sangat sentral dalam komunitas. Dengan demikian, koleksi ini menjadi bukti konkrit tentang praktik hukum Islam yang hidup dan berkembang dalam konteks lokal.
Bahasa yang digunakan dalam dokumen juga menarik untuk dikaji lebih lanjut. Sebagian besar ditulis dalam bahasa Arab klasik dengan gaya administrasi khas era Mamluk dan Utsmani. Beberapa lainnya menggunakan bahasa Persia, menunjukkan interaksi lintas budaya yang erat di kawasan itu. Ini membuka peluang untuk meneliti pengaruh bahasa dan administrasi Persia dalam sistem birokrasi Islam. Dalam konteks sejarah linguistik, dokumen ini memperkaya peta keragaman bahasa dalam peradaban Islam klasik.
Penemuan dan pelestarian dokumen ini juga membuktikan bahwa situs suci seperti Haram al-Sharif tidak hanya penting secara spiritual, tetapi juga sebagai pusat administrasi dan intelektual. Banyak dari dokumen tersebut menunjukkan aktivitas hukum dan sosial yang berlangsung di dalam atau sekitar kompleks suci itu. Artinya, tempat ibadah tidak berdiri sendiri, tetapi terintegrasi dalam sistem sosial dan pemerintahan masyarakat Muslim. Pengetahuan ini penting untuk memahami hubungan antara agama, kekuasaan, dan hukum dalam sejarah Islam. Ia juga menantang pemahaman modern yang memisahkan secara tajam antara fungsi spiritual dan fungsi administratif.
Kontribusi tokoh-tokoh seperti Amal Abul-Hajj dan Linda Northrup sangat layak diapresiasi dalam sejarah pelestarian ini. Mereka bukan hanya peneliti, tetapi juga penjaga warisan budaya yang hampir terlupakan. Tanpa kepekaan mereka terhadap nilai historis dokumen-dokumen tersebut, mungkin koleksi ini akan hilang ditelan waktu atau bahkan dimusnahkan. Kerja lapangan mereka menunjukkan bahwa pelestarian sejarah memerlukan keberanian, ketekunan, dan kolaborasi lintas batas. Ini adalah kisah heroik di balik lembaran-lembaran tua yang kini bisa kita akses dengan mudah.
Bagi dunia akademik, koleksi ini membuka pintu untuk kajian yang lebih luas tentang sejarah sosial Islam. Dokumen-dokumen ini menyediakan bahan kajian yang bersifat mikro, tetapi berdampak besar pada pemahaman makro tentang institusi Islam. Melalui kontrak dan surat resmi, kita dapat menyusun narasi baru tentang hubungan sosial, kelas ekonomi, gender, dan praktik keagamaan. Ini memberikan kesempatan untuk menulis ulang sejarah Islam dari bawah, dari suara-suara masyarakat biasa. Koleksi ini memberi keseimbangan atas dominasi narasi sejarah yang selama ini berpusat pada elit politik atau tokoh agama besar.
Dalam konteks digitalisasi dan arsip modern, koleksi ini adalah contoh sukses dari bagaimana teknologi bisa berperan dalam pelestarian ilmu. Keberadaan dokumen di Internet Archive menjadikannya tidak hanya terjaga secara fisik, tetapi juga lebih relevan secara sosial. Mahasiswa dari Jakarta, Istanbul, Kairo, bahkan Brasil dapat mengakses dan mempelajari dokumen ini tanpa harus mengunjungi Yerusalem. Ini adalah bentuk inklusivitas pengetahuan yang sangat penting di era keterbukaan informasi. Koleksi ini mengajarkan bahwa warisan dunia harus menjadi milik bersama, bukan segelintir elit atau institusi tertentu.
Nilai edukatif dari dokumen ini juga luar biasa. Guru dan dosen bisa menggunakan koleksi ini untuk mengajarkan tentang dinamika hukum Islam, sejarah Palestina, maupun metode filologi dan arsip. Siswa bisa melihat langsung bagaimana sistem hukum Islam dijalankan dalam konteks nyata dan historis. Ini jauh lebih hidup daripada sekadar belajar dari buku teks. Pengalaman belajar dari dokumen asli memberikan kedalaman pemahaman yang tak tergantikan. Ia menghidupkan kembali sejarah yang seakan membeku dalam teks-teks konvensional.
Dari sisi geopolitik, keberadaan dokumen ini menjadi penanda penting tentang peran Palestina dalam sejarah intelektual dan administratif Islam. Yerusalem bukan hanya kota suci, tetapi juga simpul penting dalam jejaring dokumen dan wacana Islam. Dengan dokumen ini, kita bisa menunjukkan bahwa Palestina memiliki warisan tertulis yang tak kalah penting dari pusat-pusat Islam lain seperti Kairo atau Baghdad. Ini memperkuat legitimasi sejarah Palestina sebagai bagian integral dari dunia Islam. Dalam masa kini yang penuh konflik, narasi sejarah semacam ini menjadi semakin relevan.
Dokumen-dokumen ini juga penting bagi pelestarian identitas budaya Islam dalam konteks globalisasi. Ia menunjukkan bahwa Islam tidak hanya hadir dalam bentuk ibadah atau kitab, tetapi juga dalam administrasi, hukum, dan catatan kehidupan sehari-hari. Warisan tertulis ini bisa menjadi alat refleksi umat Islam modern dalam merumuskan sistem yang adil dan historis. Kita bisa belajar dari masa lalu untuk membangun masa depan yang lebih kuat. Inilah nilai strategis dari arsip seperti koleksi Haram al-Sharif.
Lebih dari sekadar peninggalan, koleksi ini adalah pengingat bahwa setiap kertas tua bisa menyimpan makna besar. Ia bisa menceritakan kisah tentang orang-orang yang pernah hidup, berjuang, dan mencatat keyakinan serta sistem sosialnya. Ketika dunia berubah dan banyak peradaban hilang tanpa jejak, dokumen seperti ini menjadi penyambung zaman. Ia membuktikan bahwa tulisan adalah warisan abadi. Dan bahwa sejarah Islam masih menyimpan harta tersembunyi yang menunggu untuk ditemukan.
Akhirnya, koleksi 900 dokumen dari Haram al-Sharif adalah lebih dari sekadar arsip. Ia adalah jantung sejarah yang berdetak dari Yerusalem untuk dunia. Penemuan, pelestarian, dan penyebarannya menjadi contoh ideal tentang bagaimana ilmu, budaya, dan teknologi bisa bersinergi. Ini adalah warisan umat manusia yang perlu terus dipelajari, diajarkan, dan dihargai. Sebuah cermin sejarah Islam yang jernih—tertulis di lembaran, tersimpan di arsip, dan kini hadir dalam genggaman kita semua.
Sumber: Islamic Studies Library’s Internet Archive