Oleh: Menachem Ali
Manuskrip Qumran disebut juga dengan sebutan “naskah Laut Mati.” Manuskrip Qumran sebenarnya merujuk pada temuan berbagai manuskrip yang ditemukan di berbagai gua Qumran di kawasan tepian Laut Mati, di Palestina. Menurut para ahli paleografi yang pakar dalam bidang kajian Semitik, manuskrip Qumran itu diperkirakan telah eksis pada abad ke-3 hingga abad ke-1 SM. Menariknya, berdasarkan pada kajian teks manuskrip Qumran ini, para rabbi atau para penyalin kitab suci yang disebut ‘soferīm’, ternyata mereka telah terbiasa menggunakan metode takwil dalam memahami teks Torah terkait ayat-ayat antropomorfisme, misalnya teks Sefer Bamidbar 23:4.
Menurut bacaan teks Torah Ibrani versi Masoret, tertulis:
ויקר אלהים אל בלעם
Way-yiqqar Elohīm el Bal’ām
[Maka Allāh menemui Bileam].
Sementara itu, varian bacaan teks Qumran, yang diperkirakan ditulis pada abad ke-3 SM., justru tertulis demikian:
וימצא מלאך אלוהים את בלעם
Wa yimtza mal’akh Elohīm et Bal’am
[Maka malaikat TUHAN menemui Bal’am]
Ada perbedaan redaksional antara teks Masoret dan teks Qumran pada teks Sefer Bamidbar 23:4 ini, meskipun kedua versi tersebut ditulis dalam bahasa yang sama, yakni bahasa Ibrani. Namun, redaksional teksnya ada perbedaan varian diksi yang digunakan. Pertama, perbedaan penggunaan kata ויקר(way-yiqqar) dalam teks Masoret, dan penggunaan kata וימצא(wa yimtza) dalam teks Qumran. Kata ויקר(way-yiqqar), lit. “dan dia menemui”, berasal dari kata יקר(yeqar), sedangkan kata וימצא(wa yimtza), lit. “dan dia menemui” berasal dari kata מצא(matza). Kedua, perbedaan penggunaan istilah אלהים(Elohīm), lit. “Tuhan” dalam teks Masoret, dan penggunaan istilah מלאך אלוהים(mal’akh Elohīm), “malaikat Tuhan” pada teks Qumran. Ketiga, perbedaan penggunan kata אל(el) dalam teks Masoret, dan penggunaan kata את(et) dalam teks Qumran.
Pada teks Qumran tersebut, bukan TUHAN berfirman secara fisik menemui Bal’am, tapi malaikat TUHAN yang datang kepada Bal’am – מלאך אלוהים(mal’akh Elohīm). Itulah sebabnya teks Qumran redaksional teksnya berbunyi:
וימצא מלאך אלוהים את בלעם
Wa yimtza mal’akh Elohīm et Bal’am.
[Μaka malaikat TUHAN menemui Bal’am].
Redaksional teks Qumran tersebut merupakan varian dari teks Masoret, untuk menjelaskan bagaimana Tuhan menemui Bal’am dan berbicara kepadanya. Namun, yang datang bukanlah Tuhan secara fisik, melainkan malaikat Tuhan. Ini merupakan fakta bahwa teks Qumran abad ke-3 SM susunan redaksional teksnya terkait metode takwil. Jadi, teks Qumran ini bukan sekadar menyuguhkan perbedaan teks saja, tetapi sekaligus mengindikasikan adanya rujukan transmisi teks sumber yang berbeda.
Sementara itu, kitab Targum Yonathan yang disusun pada abad ke-1 M., ternyata juga menggunakan metode takwil dalam memahami teks versi Masoret, khususnya terkait teks Sefer Bamidbar 23:4. Ada jarak sekitar 400 tahun antara teks Qumran dengan teks Targum Yonathan karya Rabbi Yonathan ben Uziel. Namun, kedua teks tersebut ternyata mewariskan metode takwil yang sama.
Menurut versi Targum Yonathan, teks Sefer Bamidbar 23:4 menyebut מימר מן קדם יי(meimar min qadam ADONAI), lit. “firman dari Allāh”, dan bukan disebut dengan istilah מלאך אלוהים (mal’akh Elohim), lit. “malaikat Allāh” sebagaimana yang termaktub dalam teks Qumran. Apakah keduanya saling bertentangan maksudnya? Tentu saja tidak, sebab kedua teks tersebut memang tidak bermaksud menggambarkan fisik Tuhan secara literal, tetapi keduanya sama-sama mengacu pada penggunakaan metode takwil untuk menghindari penggambaran fisik Tuhan.
Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pada frase מימר מן קדם יי(meimer min qedem ADONAI), lit. “firman dari Allāh” sebagaimana yang termaktub dalam kitab Targum Yonathan itu, maksudnya sepadan dengan frase מלאך אלוהים(mal’akh Elohim), lit. “malaikat Allāh”, sebagaimana teks manuskrip Laut Mati (Dead Sea Scrolls). Redaksional teks dari Targum Yonathan biasa menggunakan istilah מימרא אלוהים(meimra Elohim), “firman Allāh” untuk menggantikan istilah penggambaran “anggota fisik TUHAN” dalam teks Masoret Ibrani.
Bahkan, Rabbi Saadia Gaon (w. 942 M) dalam Targum Saadia berbahasa Judeo-Arabic juga menggunakan metode takwil dalam memahami teks Sefer Bamidbar 23:4 tersebut. Hal ini tentu saja untuk menghindari penggambaran fisik TUHAN yang datang secara langsung kepada Bal’am. Dengan demikian, hal ini juga dikuatkan dengan penggunaan metode takwil dalam memahami teks Torah yang tetap eksis hingga pada era Islam. Rabbi Saadia Gaon menerjemahkan dengan frase אמר אללה(amr ALLĀH), lit. “instruksi/perintah ALLAH.”
Hal ini tidak ada kaitannya dengan Yesus sebagai oknum kedua dalam konsep TRINITAS menurut versi teologi Kristen, sebab dalam kitab Midrash, istilah malaikat Allāh, firman Allāh atau pun perintah Allāh, ketiganya merupakan ekspresi metode takwil untuk menghindari penggambaran fisik TUHAN. Bahkan יד יהוה(yad ADONAI), lit. “tangan TUHAN” dalam teks Torah diganti dengan אמר אללה(amr ALLĀH), lit. “perintah Allāh” dalam Targum Saadia. Hal ini sekali lagi untuk mengindari penggambaran fisik TUHAN. Menariknya, kitab Midrash Teymanī menyebutkan מלאך אלוהים (malaikat TUHAN) yang datang kepada Hagar atau pun yang datang kepada Abraham terkait berita kelahiran Ishmael dan Ishak, tidak mengacu kepada Yesus sebagai oknum kedua dari TRINITAS. Namun, malaikat TUHAN yang dimaksud itu adalah malaikat Rafael (Arab: Israfil). Lihat Sefer Bereshit 18:1
וירא אליו יהוה באלני ממרא
והוא ישב פתח האהל כחם היום
Wayyerā elaiv ADONAI be elonei Mamre
we hu yoshef petach ha-ohel kechom hayyom.
[Kemudian TUHAN menampakkan diri kepada Abraham dekat pohon terbantin di Mamre, sedang ia duduk di pintu kemahnya waktu hari panas terik.]
Kitab Kejadian 18:1 tersebut menyebutkan ayat yang bersifat antropomorfisme. Namun, para rabbi Yahudi tidak memaknai ayat tersebut sebagai anggota fisik TUHAN yang datang kepada Abraham. Midrash Teymānī, Midrash ha-Hefesh menjelaskan demikian.
“Araham learned through a prophetic vision …. three angels revealed themselves to him, namely Michael, Gabriel and Raphael. Raphael told Sarah about Isaac, Michael saved Lot, Gabriel destroyed Sodom.” Lihat Yitzhaq Tzvi Langermann, Yemenite Midrash: Philosophical Commentary on the Torah (New York: Samuel Bronfman Foundation – HarperCollins Publishers, 1996), hlm. 24.
Berdasarkan teks Midrash tersebut, Tuhan datang menemui Abraham bukan secara fisik, tetapi melalui perantara kehadiran malaikat-malaikat-Nya, yang datang menemui Abraham yakni Mikāil, Jibrīl dan Isrāfìl. Begitu juga frase “tangan TUHAN” atau “telapak tangan TUHAN”, dan “jari-jemari TUHAN”, atau pun “telapak kaki TUHAN” diganti menjadi “meimra Elohim” (firman Allāh) dalam Targum Yonathan. Hal ini tentu saja tidak dapat dipahami sebagai eksistensi oknum kedua dari TRINITAS. Bila hal ini dipahami sebagai oknum kedua dalam konsep TRINITAS, maka konsekuensinya Yesus adalah “tangan TUHAN” an sich, atau pun “telapak kaki TUHAN” an sich, atau bahkan Yesus sebagai inkarnasi malaikat di antara 3 malaikat TUHAN yang datang kepada Abraham.
Apakah Yesus itu malaikat Mikāil atau malaikat Jibrīl atau malaikat Rafael/ Isrāfil? Tentu saja kaum Kristiani arus utama pasti menolak bila Yesus disebut sebagai inkarnasi dari malaikat Mikāil atau pun inkarnasi dari malaikat Rafael. Hal ini tentu saja akan dianggap sebagai pemahaman yang heterodoks (menyimpang) dan sekaligus paradoks. Dengan demikian, bila sebutan malaikat TUHAN itu adalah pra-eksistensi Yesus yang dianggap sebagai representasi TUHAN itu sendiri, maka hal ini sangat bertentangan dengan pemahaman tradisi Yahudi. Istilah malaikat TUHAN dalam tradisi Yahudi hanya merujuk kepada salah satu di antara 3 malaikat utama, yakni Gabriel (Jibrīl), Michael (Mīkāil) dan Rafael (Isrāfil), dan bukan merujuk kepada pra-eksistensi Yesus.
Perbedaan redaksional antara teks Qumran dan teks Targum Yonathan terkait Sefer Bamidbar 23:4, ternyata didukung adanya teks pembanding, yang sejajar dengan teks sumber versi Torah Samaritan. Artinya, teks Qumran dan teks Torah Samaritan memang ditransmisikan dari teks sumber yang sama. Dengan demikian, siapakah yang dimaksud sebagai malaikat TUHAN dalam teks Torah Samaritan dan teks Qumran tersebut? Apakah itu yang dimaksud adalah pribadi TUHAN sendiri? Apakah malaikat TUHAN yang datang kepada Hagar dan Abraham adalah pribadi TUHAN sendiri? Dalam teks Samaritan Torah versi Targum Arabic juga tertulis: فوجد ملك الله بلعام(fa wajada malak Allāh Bal’ām), lit. “maka malaikat Allāh menemui Bal’am.” Sipakah yang dimaksud ملك الله(malak Allāh) itu? Apakah istilah tersebut merujuk kepada TUHAN sendiri atau kepada pribadi lain selain TUHAN? Kitab Midrash Rabba dan Targum Aramaic justru menjelaskan bahwa malaikat TUHAN yang dimaksud adalah salah satu di antara 3 malaikat utama, yakni Gabriel, Michael dan Rafael.
Ironisnya, istilah מלאך אלהים(mal’akh Elohīm) atau pun מימרא(memra) dalam Targum Yonathan selalu dikaitkan dengan pra-eksistensi Yesus sebagai λογος (logos) oleh para Bapa Apostolik Gereja. Sebenarnya, penggunakan kata מימרא(memra) dalam Targum harus dikembalikan pada episteme Rabbinik, dan bukan merujuk pada episteme Apostolik. Penggunaan episteme dari dokumen Patristik Gereja justru akan membuat kesenjangan antara teks dan diskursus teks yang ahistoris.
Dalam konteks ini, teks Torah Samaritan, teks Qumran dan teks Targum, semuanya tidak asing terkait metode takwil. Metode takwil dalam pemahaman tradisi Semitik bukanlah muncul pertama kali pada era Islam. Namun, metode takwil ternyata telah eksis sejak era pra-Islam. Metode takwil dalam kajian tafsīr memang dinisbatkan kepada Imam Abu Hasan Asy’ari. Namun, sebenarnya metode takwil ini merupakan “continuum” dari tradisi Yahudi era pra-Islam. Jadi, metode takwil telah eksis 1000 tahun sebelum munculnya Islam. Imam Abu Hasan Asy’ari adalah ulama generasi Salaf, penulis dua kita penting. Pertama, kitab ألإبانة عن أصول الديانة(al-Ibānah ‘an Ushūl al-Diyānah). Kedua, kitab كتاب المع(kitāb al-Luma’).