Edit Content

Al-Qur’an dan Keanekaragaman Hayati: Seruan Abadi untuk Konservasi

 

Dalam menghadapi perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati, banyak orang mencari bimbingan dari penelitian dan kebijakan ilmiah. Namun, sumber kebijaksanaan yang sering diabaikan untuk konservasi lingkungan berasal dari teks-teks keagamaan. Al-Qur’an, kitab suci bagi lebih dari satu miliar orang, memberikan wawasan mendalam tentang tanggung jawab manusia untuk melindungi alam.

Al-Qur’an sering menekankan keterkaitan semua makhluk hidup. Ayat-ayat menyoroti bagaimana alam merupakan tanda ciptaan ilahi, dengan air, tumbuhan, dan hewan membentuk ekosistem yang seimbang. Misalnya, dalam Surah An-Nahl (16:13), disebutkan: “Dan Dia telah menciptakan untukmu, dari bumi, sesuatu yang beraneka warna. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi orang-orang yang ingat.” Ayat ini menggarisbawahi keindahan dan keanekaragaman hayati, mengingatkan orang-orang beriman bahwa melestarikan keanekaragaman hayati adalah tindakan keimanan.

Al-Qur’an menggambarkan manusia bukan hanya sebagai pengguna sumber daya alam, melainkan juga sebagai pengelola yang dipercaya untuk menjaga keseimbangan alam. Dalam Surat Al-A’raf (7:56), diperintahkan: “Janganlah kamu membuat kerusakan di bumi setelah bumi itu diperbaiki.” Hal ini menegaskan kewajiban orang-orang beriman untuk mencegah kerusakan lingkungan, penggundulan hutan, dan polusi, yang sejalan dengan upaya keberlanjutan modern.

Hebatnya, prinsip-prinsip Al-Qur’an sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) global, khususnya dalam mempromosikan konsumsi yang bertanggung jawab (SDG 12), aksi iklim (SDG 13), dan perlindungan kehidupan di darat dan di bawah air (SDG 14 dan 15). Al-Qur’an menganjurkan untuk bersikap moderat dan memperingatkan terhadap hal-hal yang berlebihan, sebuah konsep yang digaungkan dalam Surah Al-An’am (6:141): “Makanlah dari buahnya ketika sudah matang, dan bayarlah haknya pada hari panen, dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” Prinsip ini mendukung pertanian berkelanjutan, konservasi sumber daya, dan konsumsi yang penuh kesadaran.

Komunitas agama berpotensi memainkan peran penting dalam advokasi lingkungan. Dengan memadukan ajaran Al-Qur’an dengan upaya konservasi modern, para pembuat kebijakan, pendidik, dan pemerhati lingkungan dapat menginspirasi tindakan yang bermakna. Masjid dan pemimpin agama dapat mendorong praktik ramah lingkungan seperti penanaman pohon, konservasi air, dan pengurangan limbah di dalam komunitas mereka.

Al-Qur’an tidak hanya menawarkan bimbingan spiritual tetapi juga etika ekologi yang abadi. Dengan merangkul seruannya untuk pengelolaan, umat manusia dapat bekerja menuju koeksistensi yang lebih berkelanjutan dan harmonis dengan alam. Konservasi bukan sekadar upaya ilmiah—melainkan tanggung jawab moral dan spiritual.

 

 

 

 

Sumber: https://doi.org/10.1111/cobi.14309

Tag :

Share:

Facebook
Twitter
Email
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Social Media

Popular Post

Get The Latest Updates

Subscribe To Our Weekly Newsletter

No spam, notifications only about new products, updates.
Kategori
On Key

Related Posts