Manuskrip abad pertengahan merupakan bagian penting dari warisan budaya Persia dan menjadi sumber berharga bagi kajian budaya material negara tersebut. Studi terhadap manuskrip ini mengungkap penggunaan bahan-bahan yang serupa di kawasan Mediterania dan Timur Dekat. Salah satu aspek menarik dari manuskrip Persia adalah penggunaan pigmen biru dan ungu, yang juga populer di Eropa pada Abad Pertengahan. Teknik pewarnaan ini tidak hanya memperindah manuskrip tetapi juga memiliki makna simbolis yang mendalam.
Pigmen biru dan ungu dalam manuskrip Islam sering dikaitkan dengan kekuasaan, spiritualitas, dan kemewahan. Warna-warna ini digunakan untuk menyoroti bagian-bagian penting dalam teks, seperti judul atau ayat-ayat suci. Penggunaan pigmen ini menunjukkan pengaruh budaya yang luas serta adanya pertukaran ilmu pengetahuan dan perdagangan antara dunia Islam dan Eropa.
Dalam konteks Persia, risalah sejarah mencatat adanya tanaman penghasil pewarna biru yang digunakan untuk kertas, selain indigo biru yang lebih dikenal. Namun, terminologi spesifik tanaman ini sebelumnya tidak diketahui. Studi terbaru mengidentifikasi tanaman tersebut sebagai Chrozophora tinctoria (L.) A. Juss., yang juga dikenal sebagai turnsole. Pewarna yang diekstrak dari tanaman ini umumnya disebut folium.
Penelitian mengenai folium dalam manuskrip Persia dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, teknik ekstraksi pewarna dari buah C. tinctoria dipelajari berdasarkan resep sejarah Persia. Kedua, metode rekonstruksi pewarna kertas biru-ungu dari buah turnsole dieksplorasi menggunakan tanaman lokal yang dipanen di Iran selama bulan Agustus dan September. Pewarna ini kemudian dianalisis menggunakan spektroskopi, yang menunjukkan kesesuaian dengan spektrum folium dari buah C. tinctoria yang diperoleh di Italia tengah. Ketiga, folium diidentifikasi dalam manuskrip yang diproduksi di bawah pemerintahan Islam pada Abad Pertengahan.
Penelitian ini memberikan wawasan tentang teknik pewarnaan dalam manuskrip Islam dan kemungkinan penggunaan folium dalam manuskrip Persia. Dengan banyaknya kutipan dalam risalah sejarah Persia, diskusi mengenai keberadaan pewarna ini dalam manuskrip Persia menjadi relevan. Studi ini juga menyoroti pentingnya analisis kimia dalam memahami praktik artistik dan budaya masa lalu.
Selain aspek historis, penelitian ini memiliki implikasi bagi konservasi manuskrip yang menggunakan pigmen alami. Pewarna organik seperti folium rentan terhadap degradasi seiring waktu, sehingga memerlukan metode konservasi khusus untuk menjaga integritas dan warna asli manuskrip. Teknik spektroskopi dan kromatografi membantu dalam identifikasi bahan pewarna serta memberikan informasi tentang metode terbaik untuk pelestariannya.
Kolaborasi antara ahli sejarah seni, kimiawan, dan konservator sangat penting dalam memahami dan melestarikan manuskrip kuno. Pendekatan multidisipliner memungkinkan analisis yang lebih komprehensif mengenai teknik artistik dan bahan yang digunakan, serta strategi konservasi yang efektif. Studi lebih lanjut dapat mengungkap informasi tambahan tentang teknik pembuatan pigmen dan sumber bahan baku yang digunakan dalam manuskrip Persia.
Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan kontribusi signifikan terhadap studi manuskrip Islam dan penggunaan pigmen dalam seni rupa. Pemahaman lebih mendalam mengenai aspek-aspek ini tidak hanya memperkaya pengetahuan akademis tetapi juga mendukung upaya pelestarian warisan budaya yang tak ternilai harganya. Dengan demikian, penelitian ini menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam studi manuskrip kuno, mencakup analisis historis, teknis, dan konservasi untuk menjaga dan memahami warisan budaya masa lalu.
