Kawasan transmigrasi di Pulau Mangoli dikenal sebagai wilayah yang memiliki potensi besar dalam pengembangan pertanian dan perkebunan rakyat. Tanahnya subur, iklimnya mendukung, dan masyarakatnya memiliki semangat kerja tinggi. Namun, di balik potensi itu, muncul ancaman serius yang mengganggu produktivitas lahan warga: serangan hama babi hutan. Hewan liar ini sering turun dari hutan pada malam hari, merusak tanaman muda seperti jagung, ubi, dan sayur-mayur. Akibatnya, banyak petani kehilangan hasil panen sebelum sempat memetiknya.
Babi hutan menjadi ancaman rutin bagi petani di beberapa desa transmigrasi, dalam semalam, seekor babi dewasa bisa menghancurkan berhektar-hektar ladang. Warga telah mencoba berbagai cara untuk mengatasinya, mulai dari membuat pagar seng hingga listrik kejut mengelilingi pagar. Namun, upaya itu belum efektif karena babi hutan dikenal cerdik dan kuat. Mereka selalu menemukan celah untuk masuk ke lahan pertanian warga.
Kondisi ini menciptakan kerugian ekonomi yang tidak sedikit. Banyak petani yang harus menanam ulang. Modal yang seharusnya digunakan untuk pupuk dan benih, justru habis untuk memperbaiki pagar atau membuat perangkap. Masalah babi hutan tidak hanya soal pertanian, tetapi juga berkaitan dengan ketidakseimbangan ekologi. Fenomena ini menunjukkan bahwa pembangunan pertanian tanpa memperhatikan ekosistem bisa menimbulkan persoalan baru. Tantangan terbesar adalah bagaimana mengendalikan populasi babi hutan tanpa merusak keseimbangan alam.
Salah satu desa yang berjuang melawan hama babi hutan adalah Desa Johor. Ketika Tim Ekspedisi Patriot UI mengunjungi desa ini (11/10/25), tim berdiskusi dengan warga di Balai Desa, dilanjutkan berjalan ke perkebunan warga yang pagar sengnya dijebol babi hutan di beberapa titik. Tanaman yang harusnya dipanen, sebagian besar dimakan babi hutan dan rusak. Perkebunan kolektif milik warga ditanami beraneka ragam tanam. Melihat hal itu, tim melakukan pengukuran tanah menggunakan alat khusus dan hasilnya mencengangkan. Berdasarkan pH dan kelembaban tanah, perkebunan ini cocok untuk tanaman bunga. Kondisi ini seakan mengonfirmasi penglihatan tim ketika melihat halaman rumah warga banyak ditumbuhi beraneka ragam bunga dan tampak segar. Tidak jauh dari wilayah perkebunan ini, Tim Ekspedisi Patriot UI meninjau akses jalan yang masih berupa tanah dan berhenti di pertigaan menuju Desa Pelita dan Desa Lelyaba.
Selain tanaman, Desa Johor juga mempunya potensi kerang bakau yang biasa hidup di ekosistem mangrove. Kerang ini berada di sekitar rumah warga yang dibangun di sekitar tanaman bakau, memang sebagian wilayah desa ini dibuka di kawasan mangrove. Seperti halnya Desa Pas Ipa, Desa Johor tak memiliki dermaga untuk kapal besar, sehingga naik turun penumpang dilakukan di tengah laut menggunakan perahu. Meskipun Desa Johor berada di daratan utama Pulau Mangoli, tidak ada akses jalan beraspal atau berbatu ke desa sebelah, bahkan terputus dari pusat Kecamatan Mangoli Barat.
Tantangan hama babi hutan dan potensi tanaman bunga perlu penanganan lebih lanjut. Meskipun banyak tantangan, baik dalam mengatasi hama dan mengembangkan potensi tanaman bunga, di depan Balai Desa Johor terhampar perkebunan kelapa dan ternak sapi yang dikelola dengan teknik lepas.
Tantangan dan potensi ini harus dilihat secara utuh sebagai bagian dari dinamika pembangunan Mangoli. Hama babi hutan menunjukkan pentingnya keseimbangan ekologis dalam kebijakan pertanian. Sedangkan potensi bunga Desa Johor memperlihatkan peluang pengembangan. Jika kedua aspek ini dikelola dengan bijak, maka kawasan transmigrasi Mangoli khususnya Desa Johor bisa menjadi model pembangunan pedesaan yang tangguh dan berkelanjutan.
Penulis: Ardiansyah BS (TEP UI)
Foto: Ardiansyah BS (TEP UI)